NLP For Daily Life#2
(Mengenal NLP Presuppositions Untuk Meluaskan Hati Dan Pikiran)
Saya dan satu orang sahabat setiap hari saling bertukar kabar, cerita, saling mendukung meskipun melalui interaksi di media chat. Kegemaran dengan kucing, makanan dan pertumbuhan diri rupanya menyatukan kami berdua lebih dekat.
Saya merasa nyaman dan terbuka bercerita dengannya dari hal yang remeh temeh seperti hari ini masak apa, makan apa, apa yang sedang kami kerjakan, saling bertukar foto dan video polah-polah kucing peliharaan kami hingga proses insight pertumbuhan diri.
Tapi
Di relasi persahabatan tersebut, ada satu momen ketika saya mengalami baper (kebawa perasaan) setelah sharing hasil insight melalui chat telegram.
Saya cerita insight proses belajar jujur dengan diri sendiri kondisi tubuh mudah lelah karena bekerja ganda di kantor sekaligus bisnis praktek mandiri. Saya curhat tidak memiliki tenaga lagi untuk bergerak menuju pertumbuhan finansial sebagaimana outcome yang dituju. Saya juga merasa stagnan dan kurang memiliki waktu untuk mengerjakan rencana di dalam bisnis.
Rupanya, respon sahabat tidak seperti yang saya bayangkan
Ia menuliskan chat sebelum saya menyelesaikan tulisan insight.
Berikut isi chat saya yang dipotong
Aku tadi menemukan proses belajar kalau membangun bisnis kok kayak jadi ngasih waktu sisa-sisa aja ya
saya membaca balasan chat sahabat
Karena kamu melekatkan pikiran tentang memberikan kata sisa itu,Yuk ubah dan cari celah supaya bisa berpikir lebih baik lagi. Ubah pikiran tentang sisa menjadi lebih memberdayakan
Saya lalu merespon chat sahabat,
Hemm aku sedang belajar jujur dengan diri sendiri karena rupanya memang lelah dan merasa stagnan
Lalu Ia menimpali
Ntar jadi pembenaran lhooo kalau melekatkan kata lelah dan merasa stagnan seperti itu STOP ya jangan begitu lagi…ayuuk Arum Ubah tu pikiranmu jangan begitu yuuk
Saya berpikir
Duuuh aku salah ya kalau sharing begini, kayaknya Nita (nama samaran teman saya) gak paham ya kalau aku tu lagi sharing insight, tunggu bentar sampai habis ngetik kenapa
Harapan saya yang setelah sharing insight bisa plong karena jujur dengan isi pikiran dan perasaan seakan-akan jadi buyar dan merasa ambyar
Saya merasa jengkel karena isi chat diputus ketika belum menyelesaikan isi chat.
Menurut saya, respon Nita juga tidak membantu saya lebih tenang justru menyesali pikiran saya.
Saya lalu memilih enggan membalas kembali chat nasihat Nita. Saya juga mengabaikan cerita dan posting video polah kucingnya, tentang dia memasak masakan kesukaan suami dan anak-anaknya yang biasa direspon dengan perasaan bahagia.
Sehari kemudian
masih juga malas membuka isi chat Nita.
Saya menyadari muncul perasaan tidak nyaman karena dinasihati ketika belum selesai menulis chat. Menurut saya dia tidak empatik
Duuh kok malah menasihati, aku lagi gak butuh nasihat dulu at least untuk saat ini, tu kan aku jadi nyesel deh merasa lelah dan stagnan
Sampai saya menyimak kutipan Pramoedya Ananta Toer
Adillah Engkau, Sejak Dalam Pikiran
Kalimat Adillah sejak dimulai sejak dalam pikiran saya pelajari ketika membaca buku berjudul NLP For Everyday Life, Perjalanan Membingkai Makna, karya Mas Teddi Prasetya Yuliawan dan The Rita Anggorowati. Tepatnya di bab Seni Berkomunikasi Chapter 2, Jika Peta Bukan Wilayah Mengapa Masih Dipakai ?
Saya baca kalimat tersebut berulang-ulang sambil merenungkan Isi tulisan di dalam buku.
Saya belajar bahwa manusia pada dasarnya merespon situasi berdasarkan peta pikirannya sendiri, atau kita merespon situasi berdasarkan pikiran, perasaan dari persepsi masing-masing.
Saya merasa pemahaman saya waktu merespon isi chat Nita adalah yang paling benar dan saya menggunakan pikiran sendiri untuk merespon isi chat Nita
Saya anggap Nita berempati jika sesuai dengan pola pikiran yang selama ini tersimpan di ingatan tentang proses konseling Psikologi.
Ketrampilan berempati adalah salah satu kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain terutama ketika melakukan proses konseling.
Saya merasa tidak adil ya menganggap Nita tidak empatik ketika isi chat direspon dengan nasihat. Lha, Nita emangnya Psikolog kayak elu Rum yang udah belajar ketrampilan berempati ketika bersama klien??
Alhamdulillah
Saya lalu introspeksi diri pikiran,perasaan dan pilihan untuk mendiamkan isi chat Nita
Oiya, tadi saya sempat menuliskan istilah Jika peta bukan wilayah
Untuk menjelaskan Peta bukan Wilayah, saya belajar dari buku berjudul NLP The Path To Excellence karya mas Teddi Prasetya Yuliawan, di Bab yang membahas NLP Presuposition.
Haiihhh apa pula itu??
Ketika belajar Neuro Linguistic Programming (NLP) kita diajak untuk mengolah sumber daya melalui pikiran dan perasaan. NLP memiliki asumsi bahwa pikiran perlu dikelola agar dapat memberdayakan diri.
Nah dengan mempelajar NLP Presuppositions, kita diajak untuk memiliki cara berpikir orang NLP agar dapat memberdayakan diri
Hemm cara berpikir NLP itu yang bagaimana?
Ya, punya filter di otak untuk merespon kejadian di sekitar kita dengan tepat sesuai konteks
Ketika belajar (NLP) saya memiliki bekal menjadi manusia yang lebih berdaya dengan berpikir sesuai konteks, mampu keluar dari pandangan yang sempit, terbatas, tidak akurat serta menyakitkan diri sendiri.
Nah, dengan cara mengenal NLP Presuposition saya belajar melakukan introspeksi diri dari pengalaman baper dengan Sahabat
Yang saya pelajari pertama, The Map Is Not The Territory (Peta Bukan Wilayah)
Sebelumnya,
Apa yang dimaksud peta?
Apa pula yang dimaksud territory atau wilayah?
istilah peta digunakan untuk menggambarkan persepsi atau cara pandang, pola pikir kita terhadap situasi yang dihadapi. Peta dibentuk dari nilai-nilai, keyakinan, ingatan, bahasa dan filter psikologis lainnya
Sedang wilayah untuk menggambarkan realitas di dalam pikiran kita.
Saya memiliki peta pikiran kalau curhat harapannya direspon seperti ketika seorang konselor dan Psikolog yang berempati dengan contoh formulasi kata-kata duuuh kamu lagi sedih ya, kamu lagi marah yaaa
Saya menganggap rasa nyaman ketika curhat adalah bukan dengan formulai kata-kata nasihat terlebih dahulu
Sehingga saya mengabaikan isi pesan chat Nita yang tidak sesuai dengan pikiran saya tentang respon curhat yang tepat (menurut saya saat itu).
Di proses introspeksi diri tersebut saya juga belajar satu lagi formulasi NLP Presuppositions “People Respon According To Their Map”, Orang merespon situasi atau lingkungan berdasarkan Peta pikirannya.
Saya merespon isi chat Nita sebatas peta saya
Saya memiliki peta Nita gak support, percuma aku sharing insight malah chatku dipotong,gak bikin tenang malah dinasihati panjang kali lebar kali tinggi
Saya rasa, proses baper tersebut justru adalah momen introspeksi diri untuk meluaskan peta pikiran saya.
Tidak semua orang memiliki pemikiran, harapan, nilai-nilai yang sama. Apalagi Nita bukan dari latar belakang Psikologi yang tidak familiar dengan formulasi kata-kata ekspresi empati.
Sebelum menyelesaikan tulisan ini, saya buka kembali isi chat dari Nita
Memang gak adil waktu itu, lha wong kata-kata yang disampaikan Nita betul kok Cuma memang kurang pas konteksnya untuk diri saya yang butuh rasa tenang saat itu.
Saya justru memahami konteks berpikir Nita yang ingin mendukung dengan kata-katanya
bahkan ada chat yang tidak saya baca dengan utuh karena lagi baper
Kalau lagi baper otak cenderung memilih respon yang dianggap menyenangkan saja
Berikut isi Chat Nita yang membuat saya tersentuh
Yang aku pikirkan bukan dapat sisa-sisa nya, tapi aku berpikir kamu tu lagi dititipin amanah yang nantinya bakal kamu olah entah di kemudian hari.
Aku justru membayangkan kamu nanti bisa memiliki energi lebih untuk berkembang, jadi alih-alih kamu bilang stagnan dan lelah yuk cari kata yang lain
misalnya dengan sedikit waktu yang aku miliki untuk berperan di bisnisku, aku menabung kebaikan untuk masa depan nanti
Sampai di sini peta pikiran saya lebih luas tentang isi chat Nita
Nita mengajari saya untuk tidak berpikir sempit, dan dia sangat mendukung saya untuk focus dengan potensi yang dimiliki
Referensi :
Yuliawan, T.P. & Anggorowati,R. (2019). NLP for Everyday Life. Perjalanan Membingkai Makna. Bandung : Dinamika Transformasi Asia
Yuliawan, T.P. (2022). NLP The Path To Excellence. Pola-Pola Menuju Keunggulan Pribadi. Bandung : Dinamika Transformasi Asia